Senin, 23 Juli 2012

Swamedikasi Kemudahan atau Bencana ?


Oleh : Karima Afandi

Apa sih swamedikasi ? semacam program berenang? (itu swim) semacam program jadi angsa??? (itu swannn). (.___.)
Untuk memahami istilah ini dengan mudah... maka simak obrolan berikut:
rara: "Uhuuuukkkk..."
rima: "Ra... udah ke dokter?"
rara: "Belum.. tapi udah minum obat kok.."
Nah.... Rara telah melakukan yang namanya swamedikasi atau lebih mudah dikenal dengan nama SELF MEDICATION.

Swamedikasi dapat diartikan secara sederhana sebagai upaya seseorang untuk mengobati dirinya sendiri.
Menurut WHO (World Health Organization), Swamedikasi didefinisikan sebagai pemilihan dan penggunaan obat-obatan (termasuk produk herbal dan tradisional) oleh individu untuk mengobati penyakit atau gejala yang dapat dikenali sendiri. Swamedikasi juga diartikan sebagai penggunaan obat-obatan tanpa resep dokter oleh masyarakat atas inisiatif penderita (pasien). 
Lebih dari 66% masyarakat Indonesia lebih suka mengobati penyakitnya sendiri. Dibandingkan 44% yang berobat ke dokter.
Kamu sering juga kah swamedikasi?
Memang jelas... swamedikasi ini lebih mudah, cepat, dan murah. Selain hemat ongkos dokter bo hehehe, juga hemat uang parkir, waktu dan kamu bisa beli di apotik yang lebih murah *bisa milih gitu*. 
Nah... tapi sebelum "swamedikasi" ada baiknya kamu mengetahui hal-hal berikut ...
Menurut aji (2011) berikut adalah kesalahan swamedikasi yang sering dilakukan oleh masyarakat:
tidak semua orang mampu menerapkan praktik pengobatan diri sendiri (swamedikasi) secara benar, beberapa contoh kesalahan yang lazim dilakukan masyarakat dalam mengobati dirinya sendiri :


Mengobati flu, batuk, pilek dengan antibiotika biasanya antibiotik amoxicillin 500 mg. atau mengobati penyakit lain yang tidak diketahui dengan antibiotik.
Perlu diketahui bahwa flu, pilek dan biasanya disertai batuk disebabkan oleh virus bukan oleh bakteri, sedangkan amoxicillin 500 mg adalah obat yang ditujukan sebagai anti bakteri sehingga tidak ada relevansinya antibiotik untuk mengobati virus flu. Perlu dicermati penggunaan obat yang tidak tepat tidak ada manfaatnya bagi tubuh bahkan dapat merugikan karena efeksamping dariAmoxicillin yang muncul.

Selain itu juga masyarakat banyak yang belum bisa membedakan antara 'analgetik' dan 'antibiotik' bahkan ada yang berfikir bahwa amoxicillin itu analgetik (penghilang nyeri), jadi kalau pusing dan panas langsung minum itu... wah bahaya kan?

apalagi bahayanya??
Penggunaan antibiotik yang tidak tepat menyebabkan resistensi.
berdasarkan data WHO, pada tahun 2010 terdapat sekitar 25 ribu orang di Eropa yang meninggal karena infeksi bakteri yang kebal terhadap antibiotik. Jika dilakukan studi di Indonesia, ada kemungkinan ditemukan indikasi yang sama juga karena keberadaan antibiotik yang selama ini sangat mudah diperoleh sehingga penggunaannya menjadi cenderung tidak rasional.

Singkatnya: Jadi ketika ada antibiotik yang diminum orang yang sakit karena mikroba tertentu tapi GA TEPAT atau GA TUNTAS.. otomatis si mikroba memodifikasi dirinya sehingga dia kebal.. dan dia ga bisa mati dengan obat itu (resisten), nah.. mikroba tadi berkembang biak dan menyebar keseluruh belahan jiwa... (bumi maksudnya). Padahal, discovery atau penemuan obat GA SEMUDAH ITU... jadi... gawat kan? bayangkan kalau bakteri sudah pada resisten dengan semua obat yg kita punya?

Penggunaan vitamin melebihi dosis
hasil riset The National Cancer Institute di Amerika Serikat menunjukkan bahwa orang yang setiap hari mengonsumsi lebih dari 1 macam multivitamin lebih besar risikonya menderita kanker prostat. Meskipun kebenaran hasil penelitian tersebut masih diperdebatkan kalangan ilmuwan. Karena sebenarnya tubuh hanya memerlukan vitamin dalam dosis sangat kecil tiap harinya daripada dosisvitamin yang beredar dipasaran seperti vitamin C 1000 mg padahal secara umum orang dewasa dengan BMI normal hanya membutuhkan sekitar 75 – 90 mg vitamin C per hari dan akan terpenuhi jika kita mengkonsumsi buah atau sayuran setiap hari.

Menyisakan obat untuk "sakit yang akan datang"
Banyak pasien yang tidak menghabiskan obat yang diresepkan sesuai dengan waktu yang telah ditentukan. Misalnya, obat yang seharusnya dihabiskan dalam waktu 5 hari, namun hanya diminum sampai hari ke dua (karena merasa badan sudah membaik), lalu sisanya disimpan dan dipakai kalau penyakitnya kembali kambuh. Kesalahan ini akan berakibat fatal pada peresepan obat yang tergolong antibiotik karena aturan dasar antibiotik adalah diminum sesuai jadwal jangan sampai overdose (dosis berlebih) atau underdose (dosis kurang) dan diminum sampai habis walaupun sudah merasa penyakit membaik. Kesalahan ini dapat berakibat pada lama waktu sembuh pasien dapat lebih panjang dan lebih jauh dapat menyebabkan resistensi bakteri.

Menggunakan obat orang lain
Kesalahan ini juga sering didengar saya di kampung “coba pakai obat punya saya, sakitnya sama seperti itu. baru minum 2 tablet sudah sembuh” kesalahpahaman ini susah untuk dirubah karena sudah menjadi semacam paradigma di masyarakat awam bahwa orang lain dapat menjadi panutan tentang kesehatan walaupun orang lain tersebut bukan berasal dari kelilmuan kesehatan.  meskipun penyakit yang kita derita sama dengan orang lain, tetapi belum tentu obat dan dosisnya, terutama untuk anak-anak, bayi dan yang belum dewasa. Itu beda banget. Karena tingkat keparahan penyakit setiap orang berbeda-beda serta tidak ada data pasti jika penyakit yang diderita memang sama karena masyarakat awam hanya melihat secara fisik yang terlihat saja padahal kita tidak tahu kemungkinan ada komplikasi dengan penyakit lain.

Membeli obat keras tanpa resep dokter
Jika dibandingkan dengan negara tetangga seperti Malaysia, akses mendapatkan obat di Indonesia masih terlalu mudah. Bahkan obat yang seharusnya hanya dapat dibeli dengan resep dokter, dapat dengan mudah didapatkan di apotek bahkan di toko obat. Ada beberapa kriteria yang memperbolehkan Apoteker menyerahkan obat keras tanpa resep dokter. Tetapi banyak juga jenis obat yang hanya boleh diberikan harus dengan resep dokter seperti obat golongan narkotik dan psikotropik.

Golongan narkotik jelas ga bisa dibeli kalau nggak dengan resep dokter -__- kecuali apoteknya nakal, atau resepnya palsu (pembelinya nakal) dan memang itulah 'gentingnya' jadi apoteker. BANYAK BANGET YANG MALSU RESEP BUAT DAPAT NARKOTIK atau PSIKOTROPIK yang bikin perasaan euforia dan ketagihan psikis + fisik ini *pasang muka garang di depan apotik*

Mengobati sendiri penyakit berat
Sampai saat, ini masih ada sebagian masyarakat yang lebih percaya pengobatan tradisional ketimbang pergi ke dokter, khususnya dalam mengobati penyakit berbahaya seperti misalnya, kanker, diabetes, jantung. Ada berbagai pengobatan alternatif di Indonesia mulai dari herbal, jamu sampai pengobatan secara ghaib (di luar nalar manusia), untuk penyakit yang tergolong berat sebaiknya langsung konsultasikan dengan dokter untuk mendiagnosa tingkat keparahan dan konsultasikan kepada Apoteker terkait pengobatan yang diresepkan dokter untuk memaksimalkan terapi.


Penggunaan Obat Herbal/Jamu berlebihan
Banyak sekali yang memberitakan bahwa jamu atau obat herbal dengan embel-embel back to nature “tidak ada efek sampingnya” menurut saya hal tersebut adalah pembodohan masyarakat yang sekarang seperti dibiarkan saja, apakah semua yang berhubungan dengan back to nature adalah suatu kebaikan untuk tubuh kita? Apakah jamu atau obat herbal tidak ada efek samping sama sekali ? bahkan ada beberapa acara talk show di TV nasional yang menyatakan dengan sangat jelas obat tradisional/jamu/herbal tidak ada efek samping. Hal tersebut sangat tidak benar semua tanaman herbal dapat menimbulkan efek samping yang membahayakan jika dikosumsi dalam dosis yang berlebihan seperti halnya obat kimia jika diminum dengan aturan tepat dosis dan tepat indikasi penyakit maka efek samping yang timbul dapat dihindari. Jadi obat tradisional/jamu maupun herbal maupun obat kimia terdapat efek samping jika diminum secara berlebihan.

Seorang dokter dosen KU yang mengajar Anatomi fisiologi saya pernah bilang, "Saya membimbing skripsi anak farmasi... dan saya betul-betul paham... BOHONG KALAU ORANG BILANG, OBAT HERBAL itu tidak ada efek samping.... Sama saja... Bahkan mungkin obat kimia lebih sudah diminimalisir ESOnya... "
Jadi bohong ya, kalau dibilang obat herbal itu nggak ada efek smping. Itu pembohongan besar! *next time akan saya bahasss*
Lalu... saya harus bagaimana? 
Saat ini adalah ada sekitar ratusan penyakit yang dapat ditangani dengan swamedikasi (AphA, 2004), misalnya diare, faringitis, konstipasi, sakit dan nyeri (umum, ringan, sampai sedang), alergi, anemia, pengontrolan tekanan darah, kaki atlit, asma, jerawat, kapalan, dermatitis, wasir, sakit kepala, insomia, psoriasis, pilek, demam, muntah, obesitas, sinuisitis, ketombe, luka bakar, biang keringat, penyakit peridontal, kandida vaginitis, xerostomia dan masih banyak lagi.
Dengan demikian, swamedikasi merupakan salah satu cara peningkatan kesehatan yang sangat baik untuk diterapkan di Indonesia, karena lebih murah dan mudah tetapi tidak mengabaikan kualitas pengobatan melalui pengoptimalan tenaga farmasis dan masyarakat. Sudah saatnya Pemerintah mengintensifkan program jangka panjang yang memberdayakan masyarakat sendiri seperti swamedikasi daripada mencoba menyediakan berbagai sarana kesehatan yang sulit terealisasi dan sulit dijangkau oleh masyarakat.
Karena konsultasi APOTEKER itu GRATIS pemirsaa maka manfaatkanlah sebelum menjadi bayar!
Mereka cukup tahu tentang obat-obatan, cara kerjanya, strukturnya, ESO (efek smaping obatnya), efeknya, manfaatnya dan isinya. Jangan heran kalau mereka memintamu minum feminax saat pusing, itu isinya parasetamol (cc: Ibu Ika).. jadi solusinya jangan malu bertanya atau akan sesat dijalan.
Swamedikasi bisa jadi bencana dan kemudahan untuk kita. 
Kalau bisa aman, nyaman, murah dan sehat... siapa yang tidak mau?


sumber:
dan lain-lain ~
4.00 D
closing statement:

Tidak ada komentar:

Posting Komentar