Sabtu, 15 April 2023

Ramadhan 2023 Reflection - Apa kata Allah tentang Kulit // Kenapa Neraka itu Siksanya Dibakar?

Haii, kembali lagi di episode ovethinking bersama saya.. (lu bisa bayangin gua ngomong gitu ga wakakak). Sebenernya gua udah overthingking ini cukup lama sih, dan iya gua akan bawa kalian bersama dengan penemuan cocokologi detektif Conan gua. 

Kali ini, kita akan belajar tentang bagaimana Allah itu Maha Tau tentang desain manusia..

Kenapa Neraka itu Dibakar?

Pernah ngga kalian berfikir, "Kenapa sih Neraka itu disiksanya dibakar, bukan dibekuin?" Kan sama-sama menderita, sama-sama mati juga. Mungkin kalian gak kepikiran. Iya dulu saya juga begitu kok. Sampai kemudian sampailah saya pada pelajaran anatomi fisiologi kulit dibagian persyarafan kulit.

Jadi di dalam kelas, saya belajar persyarafan kulit termasuk reseptor-reseptornya. 

Manusia memiliki reseptor panas yang juga sekaligus reseptor sakit yang paling utama bernama TRPV1. Nah, kalau kalian ngikutin Nobel Laurate, tahun lalu penemuannya tentang penggunakan zat dari cabe bernama Capcaisin untuk mengetahui mekanisme dari Channel TRPV ini.

Lebih mudahnya lagi.. kalian kalau makan cabe pedes kan.. ada rasa panas, ada rasa sakit juga (kayak numb gitu), dikarenakan reseptor yang distimulasi sama. Jadi panas, dan rasa sakit itu bisa distimulasi dengan satu reseptor ini. Jadi dunia dermatology saat ini sedang mencoba untuk mengeksplotasi reseptor ini untuk mencegah rasa sakit guys..



Oke guys, jadi disini kita paham ya.. kenapa neraka itu dibakar.. ternyata pain and heat alias rasa sakit dan panas itu reseptornya sama, jadi manusia akan lebih tersiksa ketika dibakar, bukan dengan metode lain... pada saat belajar itu, saya betul-betul kaget...

"Siksa neraka bagi orang-orang yang kufur saat di dunia kelak akan dibuatkan pakaian dari api neraka, kemudian kepala mereka disiram dengan air mendidih yang menghancurkan isi perut dan kulit mereka." (Al-Hajj Ayat 19-22)

Manusia Tanpa Kulit, Tidak Bisa Merasakan Sakit

Taukah kalian, ada sebuah fakta yang sangat menarik lagi.. bahwasanya manusia itu tanpa kulit dan reseptornya tidak bisa merasakan rasa sakit. *Tet tet terettt*

Hal ini sangat bersesuaian dengan ayat Allah sebagai berikut: 

“Sesungguhnya, orang-orang yang kafir kepada ayat-ayat Kami, kelak akan Kami masukkan mereka ke dalam neraka. Setiap kali kulit mereka hangus, Kami ganti dengan kulit yang lain, agar mereka merasakan azab. Sesungguhnya Allah Mahaperkasa lagi Mahabijaksana,” (QS. An-Nisa: 56).

Disini ada pernyataan "Diganti dengan kulit yang lain". Yang berarti, ketika yang diazab oleh Allah sudah hancur, maka manusia akan ditumbuhkan lagi kulitnya, karena kalau tidak maka tidak ada rasa sakit lagi... merinding gak sih.. 

Beberapa ahli tafsir menjelaskan bahwa, penggantian kulit ini artinya kulit akan ditumbuhkan dan dikembalikan secara sempurna, sebelum kemudian disiksa lagi. Kemudian dihancurkan dan ditumbuhkan.

Sains modern yang bisa tau kalau memang hakikatnya "kulit" ada persyarafan dan reseptor yang penting untuk rasa sakit. Tapi Allah yang mendesain manusia, jadi Allah lebih tahu, dan demikian pula yang ditulis di Al-Quran. Another Eurica moment.

Firing Rate Panas vs Dingin Thermoreseptor yang Berbeda

Ada satu konsep lagi yang penting tapi kayaknya saya bakalan susah jelasinnya. Jadi guys, firing rate antara thermoreseptor panas dan dingin itu beda. Jadi singkatnya ketika reseptor kita menerima stimulus panas, maka kemudian akan disampaikan ke otak (thalamus). Kalau panas, maka impuls ke otak perdetik ketika sudah lewat treshold panas akan naik, dan sinyal akan diberikan terus menerus. Intinya impuls (stimulasi) seperti menjerit-jerit "Panass panass" akan dilakukan terus-menerus. Sedangkan kalau dingin, stimulusnya akan cenderung sampai puncak kemudian turun. Jadi ini alasan kenapa kalau dibakar, atau disiksa dengan api itu jauh lebih sakit dibandingkan dengan dibekukan. 



Kenapa siksaan paling ringan pakai sepatu api?

"Penduduk neraka paling ringan siksanya adalah Abu Thalib, dia memakai dua sandal (dari neraka)" (HR Muslim). 

Kenapa sendal api ini adalah siksaan teringan? Sedangkan siksaan reguler adalah dengan pakaian panas (Al-Hajj Ayat 19-22). Karena di kaki ada layer tebal bernama "Stratum Lucidum", yang dia adalah keratnocyte tebal yang mati. Sedangkan badan kita ini adalah korneocytes reguler. Ya Allah naudzubillah ngetiknya sambil merinding guys.

Kayaknya cukup dulu tulisan kali ini. Rasanya sedih karena sehari-hari kita banyak dosa. Semoga Ramadhan kali ini bisa jadi penggugur dosa-dosa kita. Semoga tujuan hidup kita tetap dimaknai untuk mencari Ridho Allah saja, apapun yang kita lakukan, apapun yang kita usahakan. 

Semoga Allah tetap jaga iman kita, karena iman yang paling mahal dan bisa dicabut kapan saja. Semoga Allah memberikan kita ending bukan sembarang ending.. tapi yang terbaik yaitu khusnul khotimah.

Selamat berpuasa semuanya,
selamat menikmati hari-hari terakhir puasa. 





Selasa, 11 April 2023

Ramadhan 2023 Reflection - Puasa, Pembersihan Diri dan Autophagy

Puasa sejatinya menyimpan banyak manfaat. Baik yang kita tahu, maupun yang kita tidak tahu sama sekali. Puasa tahun ini memberikan makna yang cukup dalam buat gua karena beberapa bulan sebelumnya di mata kuliah dermatologi molekuler ada salah satu dosen yang mengajarkan konsep menarik bahwa puasa dpat membersihkan "sel-sel" dengan cara autophagy melalui pengendalian mTOR pathaway.

Di dalam kelas pada saat itu kalo aja gua hidup di dunia kartun dibelakang gua kayak ada gambar petir detektif conan. Gua mengalami "Eurica moment" itu sekali lagi. 

Kita sering dengar bahwa salah satu ibrah atau manfaat yang bisa kita petik dari berpuasa adalah Tazkiyatun Nafs atau pembersihan jiwa. Mengaitkan dengan konsep kesehatan dalam Islam (yang gua imani ya - mirip lah sama yang sering dibawain Dokter Zaidul Akbar), bahwa pada dasarnya kesehatan tubuh dan mental itu saling berkaitan.

Ternyata "Pembersihan" pada saat puasa itu bukan cuma jiwa guys! Tapi sel-sel juga! Amazing! Mungkin ini juga sebabnya kita di encourage buat puasa senin-kamis dan juga puasa tengah bulan (ayamul bidh), ternyata puasa ini betul-betul masyaAllah masih menyimpan misteri dari sisi sains.. dari sisi biologi molekuler. 

yang aku tulis diblog ini adalah salah satu "hikmah" ya guys. Tapi tujuan dan niat puasa tentu saja sesuai yang Allah bilang, puasa itu untuk Allah supaya kita bertakwa.

Konsep "Autophagy", "AMPK" dan MTOR

Jadi dosen gua namanya Prof. Vicente Michol.. (beliau juga bos di grup tempat gua kerja sekarang). Jadi beliau mengajarkan konsep "Autophagy", "AMPK" dan MTOR. Apa itu dan apa hubungannya sama puasa? Bentar ya, akan gua jelaskan pelan-pelan, semoga bisa dicerna. 

Mungkin flashback dulu kenapa beliau ngajar ini dikelas gua (semoga gua bisa menulis ini dengan ringan). Seperti kita ketahui kalau banyak penyakit di kulit yang ada hubungannya dengan ketidaksetimbangan pada saat regenerasi dan diferensiasi sel-sel kulit. Misalnya atopic dermatitis, psoriasis. Seperti kita tahu kalau sel-sel kulit itu selalu regenerasi terus-menerus. Tetapi dalam "regenerasi"nya ini harus seimbang, kalau engga maka akan menjadi sel-sel immature dan akan menimbulkan berbagai macam penyakit utama disebabkan ketidak sempurnaan "skin barrier".

Beberapa penyakit kulit menunjukkan bahwa sel-sel tersebut regenerasi terus tanpa mengalami maturasi. 

Secara umum dalam regenerasi sel-sel tubuh dan metabolisme sel ada satu protein kinase yang mengatur dan sangat penting yaitu yang disebut mTOR (lebih spesifik lagi mTORC2), dengan jalur prosesnya disebut mTOR pathaway. 

Apakah mTOR C2 ini jahat? Tentu tidak. mTOR sangat penting untuk regulasi metabolisme pada sel-sel tubuh, dia mengatur sintesis protein, proliderasi sel dan metabolisme. 

Tetapi (ada tapinya), ketika mTOR ini aktif terus-menerus maka sel-sel tubuh akan kehilangan kemampuan membersihkan diri sendiri yang disebut "autophagy". Pada sel-sel yang muda, maka mTOR akan sangat baik karena meningkatkan produksi energi, sintesis protein dan otot. Tetapi pada sel-sel yang mature dan aging, maka "autophagy" sangat dibutuhkan.

Terus apa hubungannya dengan puasa? Ternyata salah satu cara untuk menekan mTOR C2 adalah dengan berpuasa. Belum ada penelitian (tentu aja ga ada), apakah puasa ramadhan bisa menekan mTOR C2, tetapi secara umum dari penelitian yang ada puasa bisa menekan mTOR dan meningkatkan master energy sensor cells yang disebut dengan AMPK. 

AMPK ini jika teraktivasi masyaAllah bisa menekan sintesis kolesterol, menekan lipogenesis (terbentuknya lipid baru), menurunkan sintesis glikogen, meningkatkan transport glukosa, meningkatkan lipolisis, dan yang terpenting meningkatkan autophagy.

Kenapa autophagy ini penting.. karena sel dalam bekerja juga banyak salahnya.. maka komponen-komponen yang tidak betul, rusak, kelebihan dan bisa merusak sel harus dibuang dari sel. 

Akibat dari mTOR yang terlalu berlebihan berasosiasi dengan penyakit kanker, autoimmune, diabetes, obesitas, alzheimer. Jadi mTOR yang berlebihan ini sangat tidak baik. 

Saat ini di pengetahuan sains yang terbatas ada 2 yang bisa menekan mTOR, nomor satu puasa. Nomor dua adalah olahraga, 


Manusia dan Overeating

Gua merinding banget jujur pas belajar ini dikelas (karena gua tau pathawaynya lebih detail dan sebegitu kompleksnya desain manusia). Seolah-olah perintah puasa dan regulasi mTOR ini menunjukkan kekuasaan Allah ... bahwasanya Allah sudah jauh lebih tau kalau manusia jaman sekarang akan terjadi fenomena over-eating. Allah sempurnakan Islam, sesuai dengan manusia pada zaman tersebut. Satu, demi satu, kita jadi tahu "Oh, ternyata karena itu?" (dengan penemuan dan otak manusia yang terbatas ini).

Manusia jaman dulu, mau makan susah.. harus berburu. Pada dasarnya manusia memang ga didesain buat kebanyakan makan.. dari grand-designnya gitu. Tapi karena nafsunya lebih maju, dan juga kehidupan bergerak terus, maka apa-apa jadi gampang.. Ada refined sugar, ada go food, ada junk food, process food... kita tuh kebanyakan makan guys.. mTOR ngga berhenti! makanya banyak banget orang pada kena kanker :<

Ramadhan ini juga jadi ajang untuk "nge-rem" kalau kita betul-betul mengikuti apa yang diperintahkan Allah (jadi pas buka puasa ga berlebihan). Sahur secukupnya, berbuka secukupnya. Jadi biar sel-sel kita ikut "membersihkan diri".

Jangan lupa juga ditop-up dengan puasa senin kamis dan ayamul bidhnya. Satu hal yang aku bener-bener terpatri adalah "jangan kebanyakan makan", dan makan harus sehat... karena kita adalah apa yang kita makan.


Segitu dulu Reflection kali ini.

Selamat berpuasa~

Minggu, 09 April 2023

Ramadhan 2023 Reflection - Ilmu sebelum Amal, Beramal yang Berakal

Dari kemaren gua bikin kue lebaran untuk dibagi-bagi ke temen lab, sambil marathon Habib Ja'far di Youtubenya Om Dedy Cobuzer. Ber-episode-episode, loyang demi loyang. 

Nonton Habib Ja'far itu berasa lagi nostalgia. Kenapa? Karena secara ga langsung, gua dibesarin dengan cara yang mirip dengan beliau dalam beragama, dan ngga tau kenapa, gua pengen aja nulis ini sekaligus mungkin menjawab pertanyaan "Lu anak ustad ya?" dan kenapa gua kalo ngeladenin atheis nanya ini-itu sampe berjam-jam seneng-seneng aja. 

Sedikit flashback, gua dibesarkan dari orang tua yang beranggapan bahwa tujuan nikah itu sejatinya adalah menyempurnakan agama, gak ada yang lain. Jadi, investasi terbesar orang tua ke gua, adalah mendidik agama. Apakah gua dari keturunan kiyai, habib atau ustad? boro-boro. Gua keturunan jengis khan bro. Mungkin ditulisan gua sebelumnya gua cerita sedikit tentang kakek gua, iya jadi jawabannya gua bukan keturunan ustad manapun. 

Tapi seperti halnya ayat pertama yang Allah turunkan itu "Iqra" alias "Bacalah". Maka dengan ketekunan dan semangat yang kuat ayah-ibu gua belajar Islam kesana-kemari. Mereka bener-bener investasi gaes. Gua inget banget dulu sebulan sekali ayah gua selalu borong buku-buku fiqih, subscribe majalah islam (dan majalahnya banyak banget), bahkan beli buku fiqihnya dari luar kota. Tahun 2000-an dulu pas gua masih piyik, ayah gua bisa menghabiskan uang 500,000 buat beli buku-buku agama.

Pas gua kecil, gua dipindah sekolah karena ayah gua mau anak-anaknya jadi penghafal Quran. Dulu SPPnya mahal banget dan satu kelas cuma 10 orang, karena sekolahan eksklusif. 

Pas SD disaat anak kecil lain les gambar .. gua "dipaksa" les kaligrafi (walaupun gua juara sih LOL), tapi namanya anak kecil suka anget-angetan. Ibu gua selalu ngingetin buat dateng les dan tekun.

Pas SD juga gua digeret buat les ngaji dan bahasa arab walaupun tiap les ngaji gua nangis-nangis karena susah (alhamdulillah pas gede udah bisa ngaji). Dan lu bayangin itu lesnya kadang campur sama ibu-ibu. Gua nangis terus ibu gua bodo amat "anak gua harus bisa ngaji yang betul". Pas gua kuliah gua ikut les tahsin ulang ternyata investasi geret-geret gua pas kecil ini cukup berhasil karena makhrajnya sudah betul semua. Disitu kadang gua kayak ada "Eurika" moment, dimana investasi ayah-ibu gua menurut gua berhasil.

Gua selalu tumbuh dilingkungan yang haus ilmu. Apalagi ilmu agama. Cari ilmu gaboleh cuma disatu sumber, cari-cari-cari. baca-baca-baca. Itu yang gua lihat dicontohkan dari ibu bapak gua (makanya kita ga ada aliran tertentu karena kita belajar semua). Gua pas kuliah pernah lho guys ikut kajian mbak-mbak bercadar semua dimana gua kek "dihakimi" gitu karena gua pake baju pink gonjreng. Tapi lu tau gua, dan gua udah punya banyak pengalaman "mencari ilmu", buat gua kayak pendapat dia ga ada hubungannya sama gua. Gua kesini mau cari ilmu. Segitu gilanya foundation dari rumah (walaupun kadang agak bahaya sih, kapan-kapan kita ceritain episode gua mau direkrut aliran-aliran aneh).


Lanjut soal Habib Ja'far,

Satu hal yang menurut gua yang nostalgic banget adalah ketika Habib Ja'far muncul sebagai fenomena muslim yang belajar filsafat dan agama lain. Ini mirip yang gua alami ketika tumbuh. Gua inget banget sejak kecil, orang tua selain mengedpankan ilmu sebelum amal, juga dalam beramal harus berakal.

Seperti halnya Allah bilang bahwa Islam bukan agama nenek moyang, dan hidayah akan datang bagi orang-orang yang berfikir. 

Orang tua gua justru meng-encourage gua buat mencari tau agama lain. Misalnya dari kelas 3 SD gua udah ga masalah nonton debat terbuka antar agama (yang isinya diskusi-diskusi gitu). Disitu orang tua gua ada bersama gua. Kita nonton bareng-bareng, dan di rumah gua juga ada buku-buku tentang agama lain, gua bebas baca dan ya.. gua baca. Disini semuanya adalah pembelajaran. Kalau orang lain mungkin dianggap "Nih keluarga udah gila". 

Bahkan dari kecil, gua mikir, "Kenapa gua muslim ya? Diluar sana orang selain Islam ibadahnya gimana ya?" "Sejarahnya gimana ya?". Gua berfikir dan belajar. Cari dan mencari. Ga ada yang namanya alergi dengan agama lain, ga ada. 

Ini mirip dengan keluarga habib ja'far, cuma bedanya bapak gua ga minta gua jadi pendakwah


I moved countries, everything fit into its pit

Jadi guys, sebelum pindah ke Eropa gua udah ngicip pergi kesana-sini. Tapi berhubung gua berkunjung bukan tinggal, jadi beda cerita. Kepindahan gua ke Eropa ini menurut gua membuat apa-apa yang udah diinvestasikan orang tua gua ketika kecil -alias agama, "Fit into its pit" alias kalo potongan puzzlenya berantakan, sekarang semua ada pada tempatnya.

Karena orang tua selalu membiasakan : Ilmu sebelum Amal, Beramal yang Berakal. Maka logika berfikir gua dalam frame-work agama cukup kuat menghadapi gempuran-gempuran tempation yang ada. 

Banyak orang pindah negara, mulai kehilangan nikmat iman satu-satu. Apalagi menghadapi gempuran pertanyaan dan lifestyle orang-orang disini yang kebanyakan atheis, kalau landasan ilmu dan akalnya ngga kuat maka luntur sudah. Biasanya dimulai dengan satu hal, kemudian yang lainnya akan ngikut.  


Berjam-jam menghadapi atheis

Gua pernah ngeladenin temen gua yang bimbang akan agama, kita diskusi sampe 5 jam di restoran. Sampe kayaknya mau diusir. Alhamdulillahnya semua yang dia tanya bisa gua jawab, sampe kita berhenti karena dia "agak takut, dia bakal masuk Islam". LOL. Gua ngerasa dia dalam hatinya sudah mengakui kalau yang gua sampaikan itu masuk akal. Setiap kali diskusi agama, dia selalu curi-curi pandang ke gua. 

Gua pernah nanya ke dia, "Lu pernah ngga belajar agama lain?" Dia jujur kaget. Gua bilang kedia, "Gua jadi muslim karena gua yang pilih, bukan karena orang tua gua, gua udah mengalami fase pencarian itu". Dia kaget se-kaget kagetnya. 


Jujur gua bener-bener berhutang sama orang tua gua, yang dulu geret-geret gua sampe nangis-nangis supaya gua bisa ngaji yang bener. Menurut gua, investasi yang sebenar-benarnya buat anak adalah investasi agama. Gimana dia tau cara "mencari", gimana dia berilmu sebelum beramal, dan beramal juga dengan akal. Gimana dia bisa menggenggam iman itu sebaik mungkin, ketika dunia itu jadi asing, karena dia tau tujuan hidup ini apa. 

Gua cukup beruntung karena ayah-ibu gua mendidik gua seperti itu. Tapi buat siapapun yang ga seberuntung gua, ga pernah telat untuk mulai dari awal. Inget Allah bilang "Iqra" (Baca!), gimana mau beramal yang betul tanpa ilmu. Secara fitrahnya logika kita akan sampai juga kok pada islam. 

Maka Ilmu sebelum Amal, Beramal yang Berakal


Selamat puasa semuanya





Ramadhan 2023 Very First Solo Trip

It is very hard to pass ramadhan without ton of tears. I decided to write random thing so I can remember. It is a month when you missed your friend and family the most. 

I think last year Ramadahan in Novara, was quite hard. I remembered that I did not eat very well, I fast for 17 hour after hitting winter depression where I lost ton of weight. I became very-very thin and I feel ill whenever I eat. Winter was very hard time for me.  

This ramadhan, well its a different story. This ramadhan, is my first solo trip ever in my life where I will be entirely fasting and breakfasting alone for the whole month.

But, what is the point of this world without experiencing everything in the first hand?

In 2014, I experienced my first full ramadhan and Idul Fitri Celebration without family, when I was in Malaysia. I remembered I did not cry that time. It was full adventure where the first time I throw the fire-Smokey fireworks which was very loud in the middle of Malaysian neighborhood. I was hosted by a family there, and also got pocket money from stranger's parents. 

When I came back home, then my sister left for her PHD in Japan. Later that we knew, 9  years later - ever since, our Idul Fitri Celebration will never be complete with 5 of us.

Live is strange isn't it?

I stopped experiencing mudik when I enrolled in Gadjah Mada University as student. I stopped. Why? Because my parent's parent was living in Java. I waited until the last week of Ramadhan - alone in the boarding house, or went to my grandmother house when everyone else was already leaving until my parents come, then we go to Malang together. 

But I did not know when I will go to Malang anymore, because grandpa was passed away when I was in Spain. I remembered my last conversation with grandpa was when he was asking, "So you are working with Chinese right?" "Chinese is very hard working,". He smiled, and started to tell his tale all over again. He always ask the same thing. I can see from the corner of his eye that he was so proud of having this blood, he said "You have this blood, you should work hard too" implicitly. 

My grandpa, he was part of Late Navy Army with small figure, non-existence eye and pale skin. Very pale. He lived in Malang, but he could not speak Javanese. He was not Javanese. He talked to us in Bahasa with eastern Indonesian accent. Later that we knew, he was mixed.  

When I grew up, I have identity crisis. We moved a lot, and I did not realize that I was a third generation of "something".  All I knew, I was Javanese, coming from I was born in Malang. But coming as minority I was bullied even by the teacher, I will never forget the bully "Javanese is always apologize even we stepped their feet, so we should stepped on their feet" - one of my bahasa teacher told us that in the class. Phenotypically speaking, I looked like Sumateran, so I just hide myself as Javanese and quenched my teeth. 

Socially speaking, being different was very complicated.

My grandpa, was a very nice guy and he passed us down this selfish gene which always makes me wonder, "what I am", which stick to the rest of my life. But a lot of people said that "You were lucky you were mixed, mixed was high quality gene". They would not experienced bully like I do, if they do they would not say so.

Comeback to my Ramadhan Malaysian experience, the "bully" also happened to me there. Because I look like Chinese.

"You can't eat here, no Chinese" said Aunty Warung to us. "No Aunty, Indonesian". "No fake, no chinese here" they kick us out. I was hurt, of course. I was very young. I did not expect that wherever I go, I will experience this. Malaysia has very complicated love-hate between race, I should see it coming. 

Live is strange isn't it?

When Islam basically teaches us to be kind and acceptance, but why we do this to us? Why? I could not pick my parents nor my looks. Why? I was wondering. It take ages to accept yourself when people rejects you, but the question "Where do you come from? You did not look like Javanese? Are you a convert? (Mualaf)" Scared me the most. 

But, by this experienced. I understand logically why as muslim women we need to wear hijab. Without hijab, I was a regular Chinese girl you can see on the street, no one will ever identify me as muslim, ever without my hijab. Hijab means identity as muslim women. Hijab would not protect you, but gives you the sense of identity - and consciousness to follow the saying.

This Ramadhan, is my first Solo trip, I was the only Muslim in the entire institute. As I trained to be "strange" and "different" by Allah since I was born. This whole thing feels like a fate. As I used to be different, when I saw Salmon documentary that swam against the streamline I was thinking "oo probably it was me" - that was me patting myself when I was a kid.   

Today is the 18th days of Ramadhan, entirely solo trip. (Well) not entirely, because Allah is with me. 

But, honestly I realized that it was not really bad. You can focus on yourself and not being busy bukber sana-sini. I shut my instagram down, I read books, I work, I baked cookies and created mini parcel for people at work, I did a lot of stuff. 


Live is strange isn't it? and it will continue to do so. 

This world, is entirely lonely journey afterwards. 

Let's rest well later, in here after.